Metode Konstruksi : Retaining Wall

Posted by taufick max Minggu, 28 April 2013 7 komentar
Share on :

Metode Konstruksi : Retaining Wall

Metode Konstruksi : Retaining Wall merupakan sebuah keharusan untuk pembangunan sebuah gedung bertingkat banyak dengan jumlah basement lebih dari dua lapis. Tanpa adanya retaining wall, pelaksanaannya niscaya akan menghadapi berbagai kesulitan. Kondisi tanah yang dalam keadaan tidak ada beban bangunan di sekitarnya sudah ada banyak gedung tinggi. Bila ada bangunan di sekitarnya areal, pemasangan retaining wall menjadi solusinya.

Munculnya galian tanah basement akan mebuat perubahan struktur tanah di sekitarnya. Risiko yang paling awal adalah runtuhnya tanah di sekitar lokasi galian sehingga aka nada pergerakan gedung di sebelahnya. Bahayanya adalah, gedung akan bergeser atau bahkan bias miring ke arah ke lubang galian. 
 
Pergerakan gedung di sekitar lokasi galian biasanya terlihat dari adanya retakan tanah di sekitar gedung (terutama yang paling dekat dengan lokasi galian). Selanjutnya akan diikuti dengan miringnya gedung tersebut. Bila seperti ini, terjadilah evakuasi seluruh penghuni bangunan. Penanganan utama yang wajib dilakukan adalah pembongkaran gedung miring tersebut.

Kejadian seperti itu tentulah tidak dikehendaki oleh para perencana struktur bangunan. Untuk mengantisipasi faktor tersebut dan demi kelencaran pekerjaan proyek maka di buatlah dinding penahan tanah atau retaining wall.

Ada dua jenis dinding penahan tanah, yaitu retaining wall pile beruntun dan dinding diafragma. Pada bab ini akan dibahas tentang retaining wall pile beruntun, sedangkan dinding diafragma akan dibahas pada bab tersendiri.

RETAINING WALL PILE BERUNTUN

 

Retaining wall jenis ini dikatakan beruntun karena jarak antara-pile berdempetan sedemikian rupa untuk mendapatkan daya tahan terhadap tekanan tanah (gaya lateral). b isa juga di sebut dengan istilah secant pile karena memang pile ini saling bersinggungan satu sama lainnya.

Dua jenis pile yang di pakai mempunyai karakteristik yang berbeda. Hal ini sebabkan fungsi kedua pile yang tidak sama. Salah satu pile di sebut pile sekunder  yang terbuat dari campuran semen dan bentonite (mutu beton antara K-175 sampai K-225). Pile sekunder harus mudah dipotong oleh mesin bor. Oleh karena itu, tidak boleh ada pemasangan besi sama sekali pada pile ini. Pile sekunder mempunyai diameter lebih kecil. Bila di perlukan, bias digunakan pile dengan diameter yang sama dengan pile struktur.

Jenis pile berikutnya di sebut pile primer yang merupakan rangka struktur utama dinding penahan tanah. Pile primer wajib mempunyai rangka besi dan mutu beton di atas K-225. Bila diameter dan pembesiannya dirasa kurang aman, di perlukan support kekuatan berupa pemasangan angkur tanah (groung anchorage).

Retaining wall tipe pile beruntun mempunyai banyak ragam cara dalam pelaksanaannya. Material yang digunakan untuk pembuatan pile ada dua jenis.

•PILE SECUNDER berbahan semen bentonite dengan mutu beton K-175 sampai K-225. Jarak antara pile ditentukan sesuai dengan besaran diameter pile primer. Pile secunder ini justru dikerjakan lebih dahulu sampai selesai keseluruhannya sesuai kebutuhan yang direncanakan.

•PILE PRIMER merupakan inti dari retaining wall dengan konstruksi beton bertulang. Mutu beton paling tidak K-300 atau bisa lebih sesuai hasil analisis struktur.

Proses pengerjaan tahap awal adalah memotong dua dinding pile secunder dengan mesin bor. Nantinya setiap sisi-sisi dari pile secunder ini akan terkikis. Pengikisan ini lebih tepatnya merupakan pembuatan (pengeboran) untuk penepatan pile primer. Setelah tahapan pengikisan selesai (pengeboran), mulailah dilakukan pemasangan pile primer dan sekaligus pengecoran.

Agar lebih jelas, akan diuraikan satu per satu cara pekerjaan yang sudah dilaksanakan, yaitu sebagai berikut.

1.Pile beruntun  bersilang dengan dua sumbu kerja (as). Diameter pile primer dan pile sekunder sama besarnya. Penutup permukaan pile primer dengan cor dinding beton bertulang.
2.Retaining wall pile beruntu bersilang dengan dua sumbu kerja (as). Diameter pile primer dan pile sekunder sama besar. Penutup dengan beton terpisah untuk ruang drainase. Kemudian dibuatkan dinding beton bertulang untuk menutupi permukan pile primer sekaligus menyediakan ruang untuk drainase.
3.Retaining wall pile beruntun dengan dua sumbu kerja mempunyai perbedaan diameter pile. Pile sekunder mengalami pemotongan untuk menjepit pile primer dengan penutup permukaan dinding beton berimpitan dengan pile primer.
4.Retaining wall pile beruntun dengan satu sumbu kerja mempunyai perbedaan diameter pile, dengan penutup permukaan dinding beton.
5.Retaining wall pile beruntun dengan satu sumbu kerja mempunyai diameter pile yang sama, dengan penutup permukaan dinding beton.
6.Retaining wall pile beruntun dengan satu kerja mempunyai diameter pile yang sama ataupun tidak sama di tambah angkur tanah sebagai support kekuatan dengan penutup permukaan dinding beton.

Untuk retaining wall sistem pile beruntun mulai nomor 1 hingga kurang disukai untuk dilaksanakan di Indonesia. Kebanyakan para desainer struktur lebih suka memakai retaining wall nomor 4 hingga 6.

Pemakaian retaining wall pile beruntun dengan sedikit atau bahkan tidak memperhitungkan beban vertikal adalah beban samping (lateral) akibat tekanan tanah dalam gedung yang ada di sekitarnya. Diameternya disesuaikan dengan kebutuhan. Retaining wall ini dikombinasikan dengan bentonite pile. Secara otomatis pertemuan antara adonan semen pondasi tiang dengan bentonite pile akan menghasilkan struktur kedap air. Setelah selesai, akan terlihat paduan yang kukuh antara bored pile dengan bentonite pile untuk menahan gaya leteral.

POLA PEMASANGAN RETAINING WALL

 

Tentunya aka nada pertanyaan, bagaimana cara pengeborannya agar presisi sehingga terhindar dari adanya penyimpangan titik bor? Hal ini mengingat pekerjaan pengeboran dilakukan pada sekeliling proyek yang membentuk semacam pagar. Pengeboran bergerak menyamping sehingga bisa saja terjadi missing titik bor. Akibatnya, jarak antara galian dapat berbeda. 
 
Dalam hal ini sebagai besar pekerja yang sudah berpengalaman telah membuat cara untuk melakukan pengeboran, mereka telah terlebih dahulu membuat patron yang berupa guide wall. Balok beton memanjang dengan pembesian yang tingginya dapat mencapai 1,2 m dan dibuat dua buah dengan jarak antara guide wall sesuai diameter tiang bor ditambah 5 cm agar mata mesin bor dapat masuk. Cara ini akan memaksa alat bor tetap di jalurnya. Metode ini tepatnya digunakan untuk pekerjaan pembuatan dinding diaphragma.

Selain menggunakan guide wall jenis balok beton, terkadang ada juga yang memakai pelat baja dengan balok beton yang dibentuk sesuai ukuran diameter pile yang akan dibuat (patron). Cara ini akan membuat pengeboran menjadi lebih akurat.       

Seluruh tiang bor dan bentonite pile harus masuk ke dalam lapisan tanah yang kadap air. Model ini lebih pasnya dipakai untuk pembuatan retaining wall tipe pile beruntun. Seterusnya, setelah seluruh pembuatan retaining wall selesai, secara berharap dilakukan penggalian tanah. 
 
Adakalanya retaining wall pile beruntun masih memerlukan ekstra perkuatan. Penambahan ekstra perkuatan lebih banyak memakai angkur tanah (ground anchoraged). Bila sampai level pelat basement, dilakukan pengeboran untuk pemasangan ground anchoraged. Paling atas merupakan pengeboran yang paling panjang, selanjutnya semakin ke bawah akan semakin pendek pengeborannya. Ini disebabkan semakin ke bawah akan semakin kecil tekanan tanahnya.

Sekarang bagaimana proses pemasangan angkur tanah dapat dilaksanakan jika yang dibor untuk pemasangan merupakan bentonite pile sehingga tentunya ada banyak risiko. Bentonite pile tidak dapat di pasangi angkur tanah karena pile ini merupakan jenis beton ringan. 
 
Umumnya yang dibor untuk pemasangan angkur tanah adalah bore pile struktur. Hal ini mengingat untuk pile struktur tentu akan penuh dengan pembesian yang rapat dan berdiameter besar dalamnya. Bila asal dibor saja, bias-bisa mata bor rusak atau pembesian pile rusak. Hal ini tidak boleh terjadi. Aplikasi di lapangan untuk permudah pemasangan angkur tanah pada pile struktur menggunakan media sterofoam. 
 
Terlebih dahulu sudah diketahui kedalaman pile, posisi setiap lantai basement, dan sudut kemiringan angkur tanah. Titik-titik angkur tanah ditandai. Barulah waktu rangkaian besi tiang bor di masukkan ke dalam lubang. Pada bagian yang akan dipasangi angkur tanah, pembesiannya ditambah dengan perkuatan dengan perkuatan karena besi di bagian ini terputus. Sebagai penanda biasanya diberi storefoam.

Ilustrasi titik lokasi untuk pengeboran angku tanah di halaman 34 menggambarkan dinding penahan tanah atau retaining wall yang terlihat bahwa setiap tiang sudah terpasang angkur tanah hingga basement terbawah.

Gambar diatas menunjukan bahwa seluruh tepi dinding retaining wall dalam keadaan belum terlihat baik (permukaan retaining wall tidak rata). Rencana selanjutnya adalah membuat dinding basement dengan ketebalan tertentu, sehingga otomatis luas areal basement akan berkurang dengan adanya dinding basement.

Anda Bisa Membaca Artikel lain tentang Manajemen Proyek  dibawah ini. Jika anda suka mohon Like dan di Bagikan ke teman-teman  yang lain. Terima Kasih

TERIMA KASIH ATAS KUNJUNGAN SAUDARA
Judul: Metode Konstruksi : Retaining Wall
Ditulis oleh taufick max
Rating Blog 5 dari 5
Semoga artikel ini bermanfaat bagi saudara. Jika ingin mengutip, baik itu sebagian atau keseluruhan dari isi artikel ini harap menyertakan link dofollow ke http://kampus-sipil.blogspot.com/2013/04/metode-konstruksi-retaining-wall.html. Terima kasih sudah singgah membaca artikel ini.
Share on :

7 komentar:

Unknown mengatakan...

blog ini membantu banget...:)

taufick max mengatakan...

@Dea Ajeng : Thanks yah sudah berkunjung. semoga bermanfaat.

jualantas mengatakan...

saya sedang memerlukan artikel dinding penahan tanah dan menemukan artikel ini. terima kasih.

Nugraha mengatakan...

mantap

Unknown mengatakan...

thanks ilmu nya gan

Abi Aryaguna mengatakan...

Ternyata dgn buku yg saya beli mahal2 isi nya sama dgn blog ini
Terpercaya ini blog gan

GooglingPapua mengatakan...

menurut sumber lain mengatakan bahwa justru secondary pile yang mengunakan tulangan.
mengapa demikian? apakah bebas menntukan mana yg mengunakan tulangan?

Posting Komentar

MOHON MASUKAN DAN PENDAPAT ANDA TENTANG ARTIKEL DI ATAS JIKA DALAM TULISAN ADA YANG SALAH MOHON SARAN DAN KRITIKANNYA DALAM RANGKA PENYEMPURNAAN ILMU TEKNIK SIPIL SAYA

Materi Populer