Sistem Pembangunan Konvensional/Down-up
Sistem Pembangunan Konvensional / Down-Up |
Sistem Pembangunan Konvensional/Down-up-Sebelum mempelajari sistem top and down,terlebih dahulu akan diulas mengenai sistem pembangunan konvensianal. Penulis mengambil istilah down-up untuk menyebut sistem pembangunan struktur bangunan tinggi secara konvensional yang banyak dilaksanakan di Indonesia.
Sistem down-up umumnya dimulai dari pembuatan pondasi atau penggalian tanah (dengan kedalaman yang direncanakan) untuk kebutuhan pembuatan lantai basement gedung bertingkat. Tahapan dilanjutkan dengan pekerjaan pondasi, seperti pemancangan pondasi tiang (bias memakai tiang pancang atau bored pile) yang di teruskan dengan pembuatan balok pondasi, pelat basement,dan kolom.pekerjan tipikal untuk kolom, balok, dan pelat akan menerus ke atas hingga pelat atap. inilah yang disebut dengan istilah down-up, yaitu mulai dari bagian paling bawah (basement) lalu naik hingga atap.
Berikut ini disajikan tahapan lengkap pembangunan struktur bangunan tinggi dengan sistem down-up beserta beberapa kelemahannya.
Sistem down-up umumnya dimulai dari pembuatan pondasi atau penggalian tanah (dengan kedalaman yang direncanakan) untuk kebutuhan pembuatan lantai basement gedung bertingkat. Tahapan dilanjutkan dengan pekerjaan pondasi, seperti pemancangan pondasi tiang (bias memakai tiang pancang atau bored pile) yang di teruskan dengan pembuatan balok pondasi, pelat basement,dan kolom.pekerjan tipikal untuk kolom, balok, dan pelat akan menerus ke atas hingga pelat atap. inilah yang disebut dengan istilah down-up, yaitu mulai dari bagian paling bawah (basement) lalu naik hingga atap.
Berikut ini disajikan tahapan lengkap pembangunan struktur bangunan tinggi dengan sistem down-up beserta beberapa kelemahannya.
Tahapan Pembangunan Sitem Konvensional/Down Up
Secara umun,pembangunan struktur bangunan tinggi dengan sistem down-up terbagi menjadi Sembilan tahapan sebagai berikut.
1.Pembuatan dinding penahan tanah (retaining wall) yang terdiri dari bore pile dikombinasikan dengan bentonite bore pile.
2.Pengerjaan dewatering system (manajemen pengelolaan pengurusan air tanah) yang dilakukan selama 24 jam penuh samapai mencapai batas terbawah dari lantai basement.
3.Penggalian tahan sesuai kedalaman basement yang direncanakan.
4.Pemasanagan angkur tahah (ground anchorage) pada bore pile sekunder.
5.Pemasangan tiang pondasi (tiang pancang atau bore pile)
6.Pemasangan pile cap bersamaan dengan tie beam pelat basement.
7.Pembutan dinding basement.
8.Pembutan balok dan lantai basement di atasnya.
9.Pekerjaan lanjutan sesuai schedule kerja hingga berakhir di lantai atap dan dilanjutkan dengan ritual toping off.
Kelemahan Sistem Pembangunan Konvensional/Down-Up
Sistem down-up mempunyai beberapa kelemahan yang juga dapat disebut kerugia.adapun kelemahan atau kerugian yang dimaksud tersebut sebagai berikut.
1.Time schedule pelaksanaan pembangunan menjadi panjang.
2.Ada beberapa tahap awal pekerjaan yang tidak dapat dilakukan sehubungan dengan adanya proses galian tanah karena harus menunggu sampai seluruh pekerjaan galian tanah selesai. Proses galian inilah yang akan membuat schedule pelaksanaan menjadi bertambah panjang.
3.Adanya biaya tanbahan untuk pemasangan angkur tanah.hal ini terjadi akibat kedalaman galian langsung mencapai dasar pile cap sehingga factor keruntuhan tanah dari sisi luar akan semakin besar. Langkah pengamanan yang umum dilakukan berupa pemasangan angkur tanah (ground anchorage) untuk minimalkan runtuhnya tanah dari sisi luar.
4.Dapat atau tidaknya pemasangan angkur tanah tergantung pada luas areal proyek dan kondisi di sekitarnya. Bila di sekitar proyek sudah terdapat gedung lain, tentunya angkur tanah tidak akan dapat di pasang.
5.Pekerjaan penyelesaian proyek bergerak secara vertikal, mulai dari bawah sampai atap (down-up). Inilah yang disebut menghabiskan waktu pelaksanaan.
6.Proses dewatering system akan mengakibatkan turunnya muka air tanah secara drastis. Berlarinya air tanah (draim) dapat berakibat turunnya bangunan di sekitar proyek.oleh karena itu,tidak tertutup kemungkinan adanya penurunan bangunan gedung tinggi di sebelahnya (settlement) akibat pengerjaan sistem ini. Sistem ini juga dapat berdampak keringnya sumur milik warga di sekitar lokasi proyek.untuk mendeteksi penurunan permukaan tanah di bagian yang sudah ada gedung tinggi, biasanya akan dipasang sebuah alat pemantau penurunan muka tanah yang di namakan settlement probe. Bila terjadi penurunan muka tanah sampai pada tingkat membahayakan maka pengurasan air tanah akan dihentikan.
7.Adanya biaya tambahan untuk pembuatan dinding basement sebagai finishing.
8.Luas area kerja untuk sementara berkuran karena adanya penggalian tanah.
9.Setelah selesai pekerjaan dinding basement,secara pasti luas ruangan di basement akan berkurang sesuai ketebalan dinding basement yang digunakan.
10.Pelaksanaan pekerjaan pelat lantai dan bolok basement banyak membutuhkan perancah (bekesting).akibatnya,biaya menjadi lebih mahal.
Anda Bisa Membaca Artikel lain tentang Manajemen Proyek dibawah ini. Jika anda suka mohon Like dan di Bagikan ke teman-teman yang lain. Terima Kasih
- MANAJEMEN PROYEK : Total Quality Control
- PT. Hutama Karya pada Proyek Jalan Tol
- PT.Waskita Karya Pelaksana Proyek Tol Bali
- Pengenalan Form Work pada Proyek Konstruksi
- Pengenalan Jumping Form
- Pengenalan Slip Form
- Penggunaan Form Work Khusus
- Perhitungan Kekuatan Untuk Form Work
- Proyek Underpass Simpang Dewa Ruci Bali.
- Quality Control Pekerjaan Jalan
- Teknologi Form Work
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
MOHON MASUKAN DAN PENDAPAT ANDA TENTANG ARTIKEL DI ATAS JIKA DALAM TULISAN ADA YANG SALAH MOHON SARAN DAN KRITIKANNYA DALAM RANGKA PENYEMPURNAAN ILMU TEKNIK SIPIL SAYA