Pages - Menu

Selasa, 02 April 2013

Strategi Kebijakan Transportasi Umum 2

Strategi Kebijakan Pelayanan Transportasi Umum 2 

 

Ini Adalah Tulisan pembahasan Lanjutan tentang Strategi Kebijakan Pelayanan Transportasi Umum yang sudah dibahas Sebelumnya. Jika sebelumnya ada 1-7 Langkah Prioritas untuk Pelayanan Kebijakan Transportasi Umum, maka pada saat ini akan diposting langkah Prioritas dari 8-12.
 

Prioritas 8 – Pengaturan dan Pelaksanaan Kebijakan

 

Tindakan yang dilakukan oleh pemerintah pusat dan daerah untuk mencapai tujuan dari kebijakan-kebijakan yang disusun, yaitu:

- Mengaplikasikan kebijakan nasional ini dengan program tindakan tertentu setelah melalui konsultasi
- Konsep peraturan nasional yang berpengaruh terhadap ketentuan yang tercantum pada hukum (UU 22) dan tujuan kebijakan
- Mengembangkan standar yang sesuai untuk macam-macam tipe pelayanan bus dan minibus termasuk standar yang telah direvisi untuk sistem transit bus

Kota-kota akan menyusun kebijakan kota, mengusulkan strategi daerah untuk manajemen dan pengembangan transportasi umum sesuai dengan pedoman yang tersedia.
Kebijakan-kebijakan kota akan menjadi dasar dalam penyusunan rencana transportasi yang harus dibuat oleh kota sesuai dengan undang-undang transportasi yang baru (UU 22 / 2009).

BSTP akan memandu kota-kota secara efektif dan realistis mengenai prosedur perencanaan transportasi umum.

Perencanaan kota ini harus mencakup beberapa hal sebagai berikut:

- Peningkatan kualitas infrastruktur bus: terminal, skema prioritas bus, sistem pemantauan dan pelacakan, sistem tiket elektronik
- Regulasi pengaturan yang memberikan rute yang aman sebagai bentuk performa yang memuaskan yang disertai dengan system operasi yang kompetitif
- Strategi untuk mengurangi jumlah pengoperasian angkot disertai dengan penanganan dampak sosial terhadap pengemudinya sebagai akibat dari penambahan jumlah pelayanan bus resmi, antara lain dengan menawarkan rute baru sebagai rute pengoperasian angkot
- Pemberlakuan sistem manajemen permintaan transportasi (TDM) yang mana
- Mengarahkan demand pemilihan moda pada kendaraan umum, dimana pelayanan yang ditawarkan sudah dapat diandalkan

Prioritas 9 – Terminal

Terminal Termegah
Sudah bukan menjadi keharusan lagi untuk bus perkotaan dioperasikan antar terminal (off street), akan tetapi hal-hal seperti ini seringkali menjadi kendala dalam penentuan rute bus. Pada umumnya, terminal berlokasi di lingkar luar kota, hal inilah yang menyebabkan jarak tempuh bus kota menjadi jauh. Melihat hal ini, dapat dikatakan bahwa untuk efisiensi yang lebih besar dan melakukan pemulihan biaya, maka rute bus sebaiknya dioperasikan secara radial yang mana berakhir/ berterminal pusat di pusat kota. Untuk memudahkan sistem transfer/ perpindahan penumpang (moda share), maka minimal satu atau lebih terminal bus harus dibangun dalam cakupan rute pengoperasian tersebut

Adapun pihak-pihak yang berwenang umumnya lebih memilih pembangunan terminal bus secara off-street. Pembangunan terminal ini bisa dilokasikan ditempat yang mempunyai bangkitan perjalanan yang besar, contohnya di dekat stasiun kereta. Jika terminal bus off-street tersebut tidak tersedia, maka sistem pengoperasian bus dengan rute radial ini diperbolehkan untuk transit atau berakhir di dalam jalur pengoperasian (on-street), yang mana keadaan ini bagaimanapun akan disertai dengan pengurangan jumlah beban kendaraan di jalan kota.

Aspek penting yang berkaitan dengan Sistem Pengoperasian Bus adalah lokasi terminal yang tersedia harus seefektif dan seefisien mungkin dalam pemenuhan rute perjalanan penumpang, bukan di sembarang tempat kosong yang tersedia.

Secara implisit, kebijakan pengoperasian bus ini menegaskan bahwa beroperasinya sistem bus harus mampu mengembalikan biaya pengeluaran secara keseluruhan dari keuntungan yang didapat, namun jika tidak bisa mengganti biaya secara keseluruhan, maka setidaknya biaya operasional harus mampu dikembalikan

Besarnya jumlah permintaan perjalanan di kota-kota di Indonesia dan badan swasta yang mendominasi subsidi dari pengoperasian bus ini menunjukan bahwa pemulihan biaya pengoperasian secara keseluruhan dapat dicapai, jika jaringan rute dan Jadwal Pengoperasian Bus direncanakan secara efisien dan efektif, serta pengoperasian bus yang disediakan dapat berkompetisi dengan moda transport lainnya, sehingga dapat terus meningkatkan kualitas pelayanan dan tetap dapat menekan tarif dan biaya serendah mungkin.

Prioritas 10 – Perencanaan Terpadu

Berdasarkan pada kendala – kendala utama dalam mencapai tujuan jangka pendek dari sistem transportasi umum, maka terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

- Penawaran sistem operasional yang menarik bagi para investor yang disertai dengan keuntungan-keuntungan yang kira-kira akan didapatkan, dengan menetapkan kerangka peraturan yang jelas dan mendukung, memberikan perspektif layanan yang dapat diandalkan untuk beroperasi di rute yang telah ditetapkan dengan system kompetisi yang baik, dengan jadwal operasi yang jelas , dan control tarif yang baik
- Perencanaan rute seefektif dan seefisien mungkin, sehingga dapat terus ada, dimana dapat ditinjau dari titik bangkitan perjalanan yang dominan.
- Biaya perizinan (tariff dan truktur tariff) sebagai dasar perkiraan biaya. Subsidi jika diperlukan, sebetulnya hanya terbatas pada modal, bukan subsidi pada tariff (pengoperasian)
- Mengendalikan kompetisi dengan moda transport lain seperti angkot dan moda-moda publik lain, dengan lebih menerapkan peraturan yang lebh tegas.
- Memberikan jangka waktu operasi yang panjang untuk operator, (3-7 tahun, tergantung pada investasi yang ada)
- Penghargaan terhadap kualitas system pengoperasian dengan system tender yang kompetitif dan prosedur yang transparan
- Memastikan hak pengoperasian dijamin oleh undang-undang dalam bentuk kontrak operasional secara jelas.
- Mengendalikan kemacetan lalu lintas dan membuat jalur khusus untuk bus di tempat-tempat yang mempunyai bangkitan beban kendaraan yang tinggi, sehingga pada saat kemacetan terjadi, bus tetap dapat beroperasi dengan lancer dan sesuai jadwal
- Mengintegrasikan system pengoperasian angkot ke dalam skema transportasi secara terpadu, yang mana bertindak sebagai feeder
- Menyediakan sarana yang memadai untuk pengembangan infrastruktur bus , seperti skema prioritas, terminal,dan tanah untuk depot
- Meningkatkan kapasitas untuk perencanaan dan pengaturan secara efektif dalam system pemerintahan kota (Dishub, Bappeda, dll)

Prioritas 11 – Angkutan Lingkungan

Angkutan Lingkungan
Angkutan lingkungan (Ang-Ling) dikembangkan untuk mengatasi kebutuhan perjalanan jarak pendek, yang saat ini dirasakan sangat mahal. Ang-Ling diharapkan menjadi pengganti angkutan ojek pada wilayah tertentu. Pelayanan Ang-Ling dilakukan untuk memudahkan aksesibilitas ke/dari kawasan perumahan (Origin) dan sekitar kawasan tujuan perjalanan (Destination).

Ciri Pelayanan Ang-Ling adalah :

- Rute terjadwal, tetapi bisa berupa trayek yang fleksibel, seperti taksi atau ride-sharing
- Waktu Operasi : sepanjang hari
 Pemberhentian : sangat sering, bahkan bisa di setiap blok kawasan
- Jenis kendaraan :
* Kecil, emisi rendah, kebisingan rendah
* Dapat beroperasi di kawasan perumahan, perkampungan atau jalan arteri sekunder
* Mudah melakukan naik-turun
- Kendaraan dan tempat hentinya mempunyai kesan khusus yang kuat, jika pelayanannya non regular atau jarang diperlukan pelayanan yang mudah dikenal


Prioritas 12 – Otoritas Kelembagaan Sistem Transportasi

Otoritas dalam sistem transportasi adalah mencakup seluruh pemerintah kota untuk memadukan sistem transportasi secara keseluruhan, termasuk pengembangan kebijakan, peningkatan pendanaan dan pendapatan, pengembangan struktur fisik, system operasi, pemeliharaan dan manajemen transportasi. 
 
Interaksi Institutional

Dalam evolusi kelembagaan untuk angkutan umum melalui 4 tahapan seperti yang terlihat pada gambar D.8



Dari gambar D.8 untuk penerapan kepada kota besar, dapat dijelaskan sebagai berikut :


Tahap-1 : Dinas Perhubungan memberikan ijin kepada operator dan melakukan pengawasan bagi operator angkutan kota yang kepemilikannya masih individu,

Tahap-2 : Tahap konsolidasi dimana Dinas Perhubungan membentuk UPTD untuk melakukan tender dan kontrak kepada operator perusahaan yang sudah terorganisir untuk mengoperasikan angkutan umum berdasarkan standar pelayanan minimal (SPM)

Tahap-3 : Tahap Outsourcing, dimana Dinas Perhubungan melalui UPTD mencari perusahaan menejemen dari pihak swasta yang berkualitas (outsourcing) melaui tender dengan kontrak jangka waktu tertentu untuk mengelola dan mengatur operator angkutan umum sesuai dengan standar operational procedure secara profesional sehingga dapat memaksimalkan pendapatan guna pembangunan dan peningkatan pelayanan kepada masyrakat. Perusahaan outsourcing tersebut bertanggung jawab sepenuhnya kepada Dinas perhubungan selaku pemberi kerja.

Tahap-4 : Tahap pengembangan, dimana Dinas Perhubungan dapat melakukan pengembangkan tahapan outsourcing pada tahap-3, tidak saja untuk angkutan umum, tetapi bisa untuk pengelolaan lainnya seperti TDM. Dimana setiap perusahaan menejemen outsourcing bidang pengelolaan masing-masing tersebut bertanggung jawab kepada Dinas Perhubungan

Untuk kota kecil dan kota sedang hanya dapat dilakukan sampai pada tahap 1 dan tahap 2 saja. Namun untuk jangka menengah dan panjang, apabila terjadi peningkatan terhadap demand angkutan umum yang besar, akibat pertambahan populasi yang besar sehingga sudah memenuhi persyaratan untuk dilakukan peningkatan pada tahap sistem transIt, maka untuk kelembagaan bisa sampai tahap-3 sesuai dengan perkembangannya

Demikianlah sedikit pembahasan tentang Strategi Kebijakan Pelayanan Transportasi Umum 2  semoga bermanfaat. Jika ada yang salah mohon diberikan komentar dibawah ini.
 
 
Anda Bisa Membaca Artikel lain tentang Transportasi  dibawah ini. Jika anda suka mohon Like dan di Bagikan ke teman-teman  yang lain. Terima Kasih
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

MOHON MASUKAN DAN PENDAPAT ANDA TENTANG ARTIKEL DI ATAS JIKA DALAM TULISAN ADA YANG SALAH MOHON SARAN DAN KRITIKANNYA DALAM RANGKA PENYEMPURNAAN ILMU TEKNIK SIPIL SAYA